Perjalanan seru berbuah kemenangan PSIS dalam laga perdana di SOLO 180706
Campur aduk. Demikianlah gambaran hati saya ketika mengikuti kegiatan YM PCSC tanggal 16 Juli kemarin. Kecut hati sekaligus bangga menjadi utusan PCSC untuk nonton secara langsung partai pembuka Babak 8 besar Liga Indonesia antara Arema vs PSIS di Stadion Manahan Solo.
Gagalnya Stadion Jatidiri menjadi tuan rumah 8 besar menjadi masalah buat pecinta PSIS. Tak pelak PCSC yang anggotanya sebagian besar adalah pekerja dan pelajar jadi sulit menyediakan waktu khusus untuk mensuport kesebelasan kesayangannya.
Alhasil, hanya sayalah satu-satunya anggota PCSC yang nglurug ke Solo.
Tak dinyana, tak disangka. Malamnya, saya dihubungi Ciku, muka baru di tubuh PCSC asal Kendal. Mahasiswa Undip ini menyatakan ikut tour ke Solo. Agak lega hati saya, karena ada teman ngobrol saat nonton.
Untung tak dapat ditolak. Senin 17 Juli, tak biasanya pagi2 code 23 sudah SMS saya (biasanya dia bangunnya mesti siang). Marlon menanyakan kepastian keberangkatan ke Solo. Siangnya kami ketemuan di kampus Unisbank (lumayan…bisa cuci mata. Vitamin A nich…)
Ternyata Marlon juga siap berangkat tour ke Solo! Wah, bagaikan kejatuhan durian runtuh.
Kemudian siang itu juga kami menuju kos Ciku (nama aslinya Helmy) di bilangan Pleburan. Di sanalah kami bertiga membahas persiapan nonton bareng esok hari. Diputuskan kami berangkat pukul 8 pagi. (awalnya saya menawarkan jam 9, tapi Marlon ngotot minta jam 8)
Persoalan berikutnya adalah transportasi. Saya memberi masukan, bagaimana kalau bergabung dengan Snex. Ngirit, demikian alasan saya. Dengan kontribusi Rp. 17.500,- sudah dapat tiket, makan dan transpor. Namun Marlon dan Ciku buru2 menolak, karena alat transportasinya adalah…..TRUCK!!!
“Bisa mabuk berat nih….” Kata Ciku.
“Yang bener ajaaa…” elak Marlon.
Akhirnya kami sepakat naik motor. Namun tunggu dulu. Motor saya kondisinya megap2. Setali tiga uang dengan motor Helmy. Dan Marlon pun mengaku motor dari daerah asal Superman nya (Crypton) sering rewel.
Perdebatan panjang nan seru terjadi. Mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan masing2 motor. Kami pun mempromosikan keburukan motor masing2.
Setelah terjadi pergumulan panjang. Disetujui bahwa motor Superman yang harus ditinggal. “Daripada tournya hanya sampai di Gombel,” tegas Marlon.
Malamnya saya kembali ke kos Ciku. Sambil melihat pertandingan Persija vs Persekabpas, saya menjelaskan tentang PCSC dan kegiatannya.
Malam itu juga saya teringat peristiwa hilangnya spanduk kecil yang biasa digunakan foto sebelum nonton PSIS. Saya pun langsung membuat bendera warna biru dan hitam bertuliskan PCSC. “Yang penting ada dulu,” pikir saya.
Pagi 18 juli pukul 7.30 saya berangkat ke kos Ciku. Disana, tan rumah sudah siap berangkat. Tapi tunggu dulu. Mana Marlon?? Wah, penyakit lama kambuh. Bangun kesiangan.
Jam 8.15 batang hidung code 23 baru kelihatan. Dia mengaku bangun tidur jam 8 kurang seperempat. Setelah cuci muka seadanya dia langsung tancap gas. “Tapi sesampai di Jalan Supriyadi saya ingat, lupa membawa spanduk besar. Terpaksa balik ke rumah,” kilah Marlon.
Perjalanan nan lama
Jangan membayangkan perjalanan tour PCSC kali ini lancar. Kedua motor yang kondisinya tak layak jalan lah biang keladinya. Entah sudah berapa puluh kendaraan berpenumpang suporter PSIS melewati kami. Tapi kami tetap jalan dan terus maju.
Petaka terjadi di daerah tanjakan Klepu. Rantai motor saya terlepas. Tapi aneh bin ajaib. Dari peristiwa itu, rantai saya justru tidak kendor.
Melaju menyusuri jalan panjang. Mata pedih disapu debu panas. Muka tebal dibalut asap knalpot. Bergeraklah motor PCSC dalam kecepatan ala siput.
Meski tak lagi kendor rantai saya tetap lamban. Maklum filosofi alon2 asal kelakon serta sluman slumun slamet terlanjur menyatu dalam hidup saya.
Menyentuh daerah Boyolali guncangan menimpa kami tiada henti. Jalannya begitu parah, bergelombang. Kami harus ekstra hati2. (Tolong yang merasa orang Boyolali tapi merantau kedaerah lain. Pulang sajalah. Bangun infra struktur daerah anda….hahahahahaha….)
Sebelum memasuki Kartasura tampak Marlon memberi kode sudah lelah. “Tenggorokan kering. Pinggang pegaal,” keluhnya.
Ciku pun ikut2an mengeluh. "Lapar belum sarapan". Terlalu semangat rupanya. Setelah minum air mineral dan merokok, kami pun kembali menuju Solo.
Di sarang Arema
Seperti anak ayam kehilangan induknya, demikianlah kami di Stadion Manahan. Tak satupun dari kami yang pernah masuk stadion megah itu.
Begitu memasuki kompleks pukul 11.30, kami tercengang hebat. Ribuan arek Malang memenuhi area seputar stadion. Hanya beberapa saja orang berkostum PSIS.
Bingung. Kemana harus parkir. Dimana tempat penjualan tiket. Pertanyaan itu terus menghajar pikiran kami. Ditengah kebingungan muncul dua pendukung PSIS. Nasib sungguh nasib. Ternyata kami sama2 bingung. Terjadilah pertemuan orang2 bingung.
Mampir ke warung nasi kucing. Sarapan sejenak ditengah kepungan Aremania. Inginnya sih makan di tempat elit. Tapi di kompleks stadion tak ada gerai KFC dan Pizza Hut. Terpaksa makan nasi kucing dan minum es the.
Tak disangka. Dibalik wajah serah arek Malang, ternyata ada persahabatan. Kami pun ngobrol panjang sambil tertawa layaknya sobat lama.
Setelah perut setengah kenyang, kami bergerak mencari informasi tribun pendukung PSIS. Sempat tanya2 ke petugas panpel. Tapi anehnya, mereka juga bingung. Nah….semakin kental saja nuansa bingung kala itu.
Jam 13.00 kami akhirnya dapat tiket dengan harga Rp. 21 ribu, duduk di tribun utara. Tak di sangka ada orang memanggil nama Marlon. Ternyata teman2 netter dari Joglosemar. Tapi perjumpaan kami tak lama karena tiba2 pintu masuk tribun utara jebol. Kami memutuskan masuk dulu untuk memasang spanduk. “Nanti kalau sdh terpasang, keluar lagi,” pikir kami. Maklum jam segitu belum ada petugas yang memeriksa karcis.
Maka untuk pertama kalinya dalam sejarah kami masuk tanpa tiket.
Di dalam stadion yang megah itu kami langsung memasang spanduk PCSC. Dan ternyata, spanduk kita adalah spanduk semarang pertama yang terpasang di babak 8 besar Solo!!!
Sepuluh menit kemudian masuk polisi-polisi untuk mengusir kami, karena tiketnya belum diperiksa. Namun karena kenekatan dan kengeyelan Aremania, membuat petugas keamanan membiarkan suporter yang sudah terlanjur masuk tak diperiksa tiketnya.
Dalam hati kami mengomel, “Tahu begini, tak usah beli tiket…,” Tiket kami tak ada gunanya!!!Percuma beli tiket!! Buang2 duit… Demikianlah daftar keluhan kami.
Persiapan panpel mepet
Ternyata di dalam stadon jam 13.20 masih sepi. Panpel pun tampak baru angkat2 tempat duduk pemain cadangan pukul 15.
Satu hal yang membuat kita bangga. Ternyata PCSC sudah dikenal banyak orang. Contohnya, seorang pemuda yang dengan polos memberi tahu kepada kami PCSC itu apa. Pemuda warga sekitar pelabuhan itu mengenal PCSC dari artikel sebuah surat kabar lokal.
Sambil menunggu pertandingan, kamipun sempat tidur di dalam stadion.
Tuan rumahnya siapa?
Sampai jam 15.00 tribun suporter PSIS masih banyak yang lowong. Sebaliknya diseberang sana ribuan Aremania memenuhi tribun selatan, lengkap dengan spanduk, nyanyian dangerakan atarktif.
Mana Snex, Panser Biru, Bon-X, Pasoepati dan Laskar Petir yang sepakat mendukung total PSIS?
Tepat sebelum pertandingan mulai, barulah mereka muncul. Dan suasana pun mulai hidup.
Saat menyanyikan lagu kebangsaan, suporter PSIS tampak khidmat menyanyikan. Begitu juga saat menheningkan cipta untuk korban tsunami Pangandaran.
Namun suasana tribun selatan riuh tak terkendali.
Petrtandinganpun dimulai. Babak pertama kami sempat jengkel karena tidak terjadi satu gol pun. Termasuk Imral, yang tinggal berhadapan dengan Achmad Kurniawan, gagal menceploskan bola kedalam gawang.
Tiba2 didepan kami duduk suporter yang mengenakan kemeja PCSC. Siapa dia?
Ternyata Ary (New batman). Jadilah PCSC diwakili empat anggotanya menonton partai perdana tersebut.
Jika selama ini anggota PCSC hanya duduk tenang saat nonton. Kali ini tampak lain. Kami berempat sesekali ikut juga gerakan dan nyanyian dibawah komando Kirun.
Dibabak kedua kami semakin terlihat frustasi. Saya sendiri menharapkan agar Nunung segera masuk agar membantu serangan PSIS.
Beruntung gol Ortiz terjadi di saat2 genting. Maka riuhlah tribun Timur dan Utara. Kembang api memancar terang.
Tapi mendadak jeritan orang terdengar keras di belakang saya. Lontaran batu-batu dari luar berbagai ukuran menghujani tribun kami!! Tak pelak kami pun langsung merapat ke tembok tribun belakang.
Beruntung kejadian mengerikan itu tak berlangsung lama. Namun terlihat seorang suporter PSIS dibawa keluar dengan kepala benjol.
Yang menjadikan hati saya jengkel adalah satgas2 yang hanya terpana melihat kejadian mengerikan itu.
Singkat cerita, kami pun segera keluar begitu peluit panjang dibunyikan.
Saya berlari meninggalkan rekan2 lain. Saya teringat motor kami yang diparkir di wilayah Arema. Kuatir jika aremania melampiaskan amarahnya dengan menghancurkan motor bernomor H milik kami.
Thanks God disana motor kami masih aman dibawah pengawasan Pedagang Nasi Kucing yang ramah dan Pak Polisi yang santun.
Kami pun pulang.
Jam 18.30 kami pun meninggalkan Solo. Seperti biasa kami harus melewati jalan gelombang dan gelap tanpa lampu di Boyolali (huauhhhaaahahaha…)
Kali ini kami pulang dengan kecepatan agak kencang.
Marlon yang berboncengan dng Ciku sempat terpisah jauh dengan saya. Ketemu lagi di Salatiga. Berpisah lagi, sampai di Semarang.
Saya sampai di Semarang dengan selamat jam 20.30.
Demikian laporan saya. Mohon masukannya.
Sampai ketemu di tour PCSC ke Batang tgl 23 Juli nanti.
Terimakasih buat Polisi solo yang ramah dan tak garang. (Orang2 Solo dan sekitarnya memang terkenal ramah2)
Nah....foto2nya nyusul yaaa.... soalnya komputernya lagi ngadatt nih
by: genderuwo (PCSC Semarang)
Gagalnya Stadion Jatidiri menjadi tuan rumah 8 besar menjadi masalah buat pecinta PSIS. Tak pelak PCSC yang anggotanya sebagian besar adalah pekerja dan pelajar jadi sulit menyediakan waktu khusus untuk mensuport kesebelasan kesayangannya.
Alhasil, hanya sayalah satu-satunya anggota PCSC yang nglurug ke Solo.
Tak dinyana, tak disangka. Malamnya, saya dihubungi Ciku, muka baru di tubuh PCSC asal Kendal. Mahasiswa Undip ini menyatakan ikut tour ke Solo. Agak lega hati saya, karena ada teman ngobrol saat nonton.
Untung tak dapat ditolak. Senin 17 Juli, tak biasanya pagi2 code 23 sudah SMS saya (biasanya dia bangunnya mesti siang). Marlon menanyakan kepastian keberangkatan ke Solo. Siangnya kami ketemuan di kampus Unisbank (lumayan…bisa cuci mata. Vitamin A nich…)
Ternyata Marlon juga siap berangkat tour ke Solo! Wah, bagaikan kejatuhan durian runtuh.
Kemudian siang itu juga kami menuju kos Ciku (nama aslinya Helmy) di bilangan Pleburan. Di sanalah kami bertiga membahas persiapan nonton bareng esok hari. Diputuskan kami berangkat pukul 8 pagi. (awalnya saya menawarkan jam 9, tapi Marlon ngotot minta jam 8)
Persoalan berikutnya adalah transportasi. Saya memberi masukan, bagaimana kalau bergabung dengan Snex. Ngirit, demikian alasan saya. Dengan kontribusi Rp. 17.500,- sudah dapat tiket, makan dan transpor. Namun Marlon dan Ciku buru2 menolak, karena alat transportasinya adalah…..TRUCK!!!
“Bisa mabuk berat nih….” Kata Ciku.
“Yang bener ajaaa…” elak Marlon.
Akhirnya kami sepakat naik motor. Namun tunggu dulu. Motor saya kondisinya megap2. Setali tiga uang dengan motor Helmy. Dan Marlon pun mengaku motor dari daerah asal Superman nya (Crypton) sering rewel.
Perdebatan panjang nan seru terjadi. Mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan masing2 motor. Kami pun mempromosikan keburukan motor masing2.
Setelah terjadi pergumulan panjang. Disetujui bahwa motor Superman yang harus ditinggal. “Daripada tournya hanya sampai di Gombel,” tegas Marlon.
Malamnya saya kembali ke kos Ciku. Sambil melihat pertandingan Persija vs Persekabpas, saya menjelaskan tentang PCSC dan kegiatannya.
Malam itu juga saya teringat peristiwa hilangnya spanduk kecil yang biasa digunakan foto sebelum nonton PSIS. Saya pun langsung membuat bendera warna biru dan hitam bertuliskan PCSC. “Yang penting ada dulu,” pikir saya.
Pagi 18 juli pukul 7.30 saya berangkat ke kos Ciku. Disana, tan rumah sudah siap berangkat. Tapi tunggu dulu. Mana Marlon?? Wah, penyakit lama kambuh. Bangun kesiangan.
Jam 8.15 batang hidung code 23 baru kelihatan. Dia mengaku bangun tidur jam 8 kurang seperempat. Setelah cuci muka seadanya dia langsung tancap gas. “Tapi sesampai di Jalan Supriyadi saya ingat, lupa membawa spanduk besar. Terpaksa balik ke rumah,” kilah Marlon.
Perjalanan nan lama
Jangan membayangkan perjalanan tour PCSC kali ini lancar. Kedua motor yang kondisinya tak layak jalan lah biang keladinya. Entah sudah berapa puluh kendaraan berpenumpang suporter PSIS melewati kami. Tapi kami tetap jalan dan terus maju.
Petaka terjadi di daerah tanjakan Klepu. Rantai motor saya terlepas. Tapi aneh bin ajaib. Dari peristiwa itu, rantai saya justru tidak kendor.
Melaju menyusuri jalan panjang. Mata pedih disapu debu panas. Muka tebal dibalut asap knalpot. Bergeraklah motor PCSC dalam kecepatan ala siput.
Meski tak lagi kendor rantai saya tetap lamban. Maklum filosofi alon2 asal kelakon serta sluman slumun slamet terlanjur menyatu dalam hidup saya.
Menyentuh daerah Boyolali guncangan menimpa kami tiada henti. Jalannya begitu parah, bergelombang. Kami harus ekstra hati2. (Tolong yang merasa orang Boyolali tapi merantau kedaerah lain. Pulang sajalah. Bangun infra struktur daerah anda….hahahahahaha….)
Sebelum memasuki Kartasura tampak Marlon memberi kode sudah lelah. “Tenggorokan kering. Pinggang pegaal,” keluhnya.
Ciku pun ikut2an mengeluh. "Lapar belum sarapan". Terlalu semangat rupanya. Setelah minum air mineral dan merokok, kami pun kembali menuju Solo.
Di sarang Arema
Seperti anak ayam kehilangan induknya, demikianlah kami di Stadion Manahan. Tak satupun dari kami yang pernah masuk stadion megah itu.
Begitu memasuki kompleks pukul 11.30, kami tercengang hebat. Ribuan arek Malang memenuhi area seputar stadion. Hanya beberapa saja orang berkostum PSIS.
Bingung. Kemana harus parkir. Dimana tempat penjualan tiket. Pertanyaan itu terus menghajar pikiran kami. Ditengah kebingungan muncul dua pendukung PSIS. Nasib sungguh nasib. Ternyata kami sama2 bingung. Terjadilah pertemuan orang2 bingung.
Mampir ke warung nasi kucing. Sarapan sejenak ditengah kepungan Aremania. Inginnya sih makan di tempat elit. Tapi di kompleks stadion tak ada gerai KFC dan Pizza Hut. Terpaksa makan nasi kucing dan minum es the.
Tak disangka. Dibalik wajah serah arek Malang, ternyata ada persahabatan. Kami pun ngobrol panjang sambil tertawa layaknya sobat lama.
Setelah perut setengah kenyang, kami bergerak mencari informasi tribun pendukung PSIS. Sempat tanya2 ke petugas panpel. Tapi anehnya, mereka juga bingung. Nah….semakin kental saja nuansa bingung kala itu.
Jam 13.00 kami akhirnya dapat tiket dengan harga Rp. 21 ribu, duduk di tribun utara. Tak di sangka ada orang memanggil nama Marlon. Ternyata teman2 netter dari Joglosemar. Tapi perjumpaan kami tak lama karena tiba2 pintu masuk tribun utara jebol. Kami memutuskan masuk dulu untuk memasang spanduk. “Nanti kalau sdh terpasang, keluar lagi,” pikir kami. Maklum jam segitu belum ada petugas yang memeriksa karcis.
Maka untuk pertama kalinya dalam sejarah kami masuk tanpa tiket.
Di dalam stadion yang megah itu kami langsung memasang spanduk PCSC. Dan ternyata, spanduk kita adalah spanduk semarang pertama yang terpasang di babak 8 besar Solo!!!
Sepuluh menit kemudian masuk polisi-polisi untuk mengusir kami, karena tiketnya belum diperiksa. Namun karena kenekatan dan kengeyelan Aremania, membuat petugas keamanan membiarkan suporter yang sudah terlanjur masuk tak diperiksa tiketnya.
Dalam hati kami mengomel, “Tahu begini, tak usah beli tiket…,” Tiket kami tak ada gunanya!!!Percuma beli tiket!! Buang2 duit… Demikianlah daftar keluhan kami.
Persiapan panpel mepet
Ternyata di dalam stadon jam 13.20 masih sepi. Panpel pun tampak baru angkat2 tempat duduk pemain cadangan pukul 15.
Satu hal yang membuat kita bangga. Ternyata PCSC sudah dikenal banyak orang. Contohnya, seorang pemuda yang dengan polos memberi tahu kepada kami PCSC itu apa. Pemuda warga sekitar pelabuhan itu mengenal PCSC dari artikel sebuah surat kabar lokal.
Sambil menunggu pertandingan, kamipun sempat tidur di dalam stadion.
Tuan rumahnya siapa?
Sampai jam 15.00 tribun suporter PSIS masih banyak yang lowong. Sebaliknya diseberang sana ribuan Aremania memenuhi tribun selatan, lengkap dengan spanduk, nyanyian dangerakan atarktif.
Mana Snex, Panser Biru, Bon-X, Pasoepati dan Laskar Petir yang sepakat mendukung total PSIS?
Tepat sebelum pertandingan mulai, barulah mereka muncul. Dan suasana pun mulai hidup.
Saat menyanyikan lagu kebangsaan, suporter PSIS tampak khidmat menyanyikan. Begitu juga saat menheningkan cipta untuk korban tsunami Pangandaran.
Namun suasana tribun selatan riuh tak terkendali.
Petrtandinganpun dimulai. Babak pertama kami sempat jengkel karena tidak terjadi satu gol pun. Termasuk Imral, yang tinggal berhadapan dengan Achmad Kurniawan, gagal menceploskan bola kedalam gawang.
Tiba2 didepan kami duduk suporter yang mengenakan kemeja PCSC. Siapa dia?
Ternyata Ary (New batman). Jadilah PCSC diwakili empat anggotanya menonton partai perdana tersebut.
Jika selama ini anggota PCSC hanya duduk tenang saat nonton. Kali ini tampak lain. Kami berempat sesekali ikut juga gerakan dan nyanyian dibawah komando Kirun.
Dibabak kedua kami semakin terlihat frustasi. Saya sendiri menharapkan agar Nunung segera masuk agar membantu serangan PSIS.
Beruntung gol Ortiz terjadi di saat2 genting. Maka riuhlah tribun Timur dan Utara. Kembang api memancar terang.
Tapi mendadak jeritan orang terdengar keras di belakang saya. Lontaran batu-batu dari luar berbagai ukuran menghujani tribun kami!! Tak pelak kami pun langsung merapat ke tembok tribun belakang.
Beruntung kejadian mengerikan itu tak berlangsung lama. Namun terlihat seorang suporter PSIS dibawa keluar dengan kepala benjol.
Yang menjadikan hati saya jengkel adalah satgas2 yang hanya terpana melihat kejadian mengerikan itu.
Singkat cerita, kami pun segera keluar begitu peluit panjang dibunyikan.
Saya berlari meninggalkan rekan2 lain. Saya teringat motor kami yang diparkir di wilayah Arema. Kuatir jika aremania melampiaskan amarahnya dengan menghancurkan motor bernomor H milik kami.
Thanks God disana motor kami masih aman dibawah pengawasan Pedagang Nasi Kucing yang ramah dan Pak Polisi yang santun.
Kami pun pulang.
Jam 18.30 kami pun meninggalkan Solo. Seperti biasa kami harus melewati jalan gelombang dan gelap tanpa lampu di Boyolali (huauhhhaaahahaha…)
Kali ini kami pulang dengan kecepatan agak kencang.
Marlon yang berboncengan dng Ciku sempat terpisah jauh dengan saya. Ketemu lagi di Salatiga. Berpisah lagi, sampai di Semarang.
Saya sampai di Semarang dengan selamat jam 20.30.
Demikian laporan saya. Mohon masukannya.
Sampai ketemu di tour PCSC ke Batang tgl 23 Juli nanti.
Terimakasih buat Polisi solo yang ramah dan tak garang. (Orang2 Solo dan sekitarnya memang terkenal ramah2)
Nah....foto2nya nyusul yaaa.... soalnya komputernya lagi ngadatt nih
by: genderuwo (PCSC Semarang)
posted by thomasjoko @ 5:52 PM
0 Comments:
Post a Comment
<< Home